Saya jahat? Mungkin. Tapi
niatnya adalah untuk memberi pelajaran.
Sebagai pengendara di jalan, kita bisa saja ditilang oleh polisi dengan
berbagai alasan. Mulai dari yang bisa langsung terlihat seperti tidak memakai
helm, nomor plat yang sudah kadaluarsa, tidak memiliki kaca spion kendaraan,
dan melanggar rambu-rambu; juga yang tidak terlihat namun secara acak
terjaring, seperti SIM atau STNK yang sudah kadaluarsa, mengemudi dalam keadaan
mabuk, mengemudi sambil memainkan ponsel dan sebagainya.
Dalam perjalanan saya berangkat beraktivitas, sudah tiga kali dalam dua
minggu ini menemukan razia kendaraan roda dua di perpanjangan jalan ekor kuning
yang menembus ke arah stasiun kota. Tak terhindarkan, macet pun terjadi
menjelang titik razia tersebut. Saya tidak tahu, operasi apa yang sedang
dijalankan.
Baik, saya bukan ingin membahas tentang proses razia tersebut. Namun
seringnya razia dilakukan pagi hari, membuat saya berpikir, ada satu hal yang
juga penting untuk diperhatikan dari sebuah kendaraan bermotor, yang jika lalai
diperhatikan oleh pengendara maupun regulator, bisa fatal akibatnya. Lampu
kendaraan. Tentu jika razia dilakukan saat hari masih terang, pengecekan atas
lampu kendaraan akan sulit, kecuali hanya untuk lampu rem dan lampu penunjuk
arah. Saya pribadi sangat berharap, razia dapat dilakukan pada malam hari,
dengan juga menambahkan satu alasan pemeriksaan lain, yaitu apakah lampu
kendaraan terpasang sesuai dengan yang tercantum pada pasal 23 Peraturan
Pemerintah No. 55 tahun 2012 tentang Kendaraan.
Sebagai pengendara yang sering pulang malam, saya hampir selalu menemukan
kendaraan-kendaraan yang entah apa tujuannya, memasang lampu kendaraannya
selalu dalam posisi menyorot jauh. Beberapa di antaranya yang saya ingat,
mengubah warna lampu kendaraannya menjadi putih; dan putih lebih silau sorotan
cahayanya dibanding warna kuning. Jika lampu dipasang dengan posisi yang benar,
harusnya tidak akan bermasalah. Namun menjadi masalah ketika penggantian lampu
mobil dengan pemasangan yang tidak standar, sehingga arah sorotan lampu menjadi
lampu jauh terus-menerus, sangat mengganggu pengguna jalan lainnya. Dan ini
jelas bikin sewot!
Tentu, sebagai pengendara yang berada di depan kendaraan seperti itu,
terpaksa saya harus menyipitkan mata dan menurunkan kaca spion tengah untuk
menghindarkan pantulan lampu kendaraan di belakang. Seringkali karena kurang
cekatan dalam menghindar, pupil saya terlanjur menerima cahaya terang menusuk
itu dan memunculkan bayang-bayang yang membuat saya harus berusaha kembali
menyesuaikan pandangan mata saya ke depan.
Pada beberapa kali kejadian, saya sengaja memelankan laju mobil, membiarkannya lewat, dan setelah saya berada persis di belakangnya, saya tembakkan juga lampu jauh ke arah kendaraan tersebut dalam waktu yang lama, agar merasa terganggu. Saya jahat? Mungkin. Tapi niatnya adalah untuk memberi pelajaran. Tidak mungkin saya menghentikannya dan memberitahukan rasa terganggu saya bukan? Dan disinilah saya kira polisi atau pihak manapun yang mempunyai wewenang atasnya, perlu juga turun tangan dan melakukan pemeriksaan.
Jalan adalah milik semua orang. Dan semua pengguna mempunyai hak--sekaligus kewajiban--untuk menggunakannya
secara benar dan bertanggungjawab. Yang tak bisa diabaikan pula, hak setiap pengguna jalan juga dibatasi oleh
pengguna jalan lainnya. Saya kira hak pengguna jalan tidak sebatas hanya pada
hak diberi jalan saja, tapi hak atas kenyamanan yang mendukung keselamatan
perjalanan. Lampu kendaraan yang tidak sesuai standarnya itu, menjadi salah
satu contoh pelanggaran hak pengguna jalan lain, karena itu jelas mengganggu
pandangan, dan bisa saja membahayakan.
Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin mengajak seluruh pemilik
kendaraan untuk melakukan hal ini. Nyalakanlah lampu kendaraan Anda dengan
sorotan lampu malam dekat, berdirilah sekitar sepuluh meter di depannya. Bila
lampu tidak mengenai mata Anda, maka terima kasih, Anda membantu menjaga
kenyamanan bersama. Namun bila sebaliknya, Anda mungkin mau menebak berapa
banyak pengguna jalan yang selama ini terganggu? Dan tentu Anda tahu apa yang sebaiknya dilakukan ‘kan? :)
“Karena setiap hak yang berlebihan adalah penindasan.” (Jejak Langkah,
Pramoedya Ananta Toer)
-RL-